Translate

20 January, 2014

Analogi Tentang Tata Kelola Energi

Negara dan energi adalah dua entitas yang tidak dapat dipisahkan. Negara sebagai tata organisasi terbesar sebuah bangsa sangat memerlukan energi dalam melangsungkan kehidupan masyarakatnya. Namun energi disatu sisi menjadi sangat vital pemenuhan ketersediaannya, walaupun berlimpah terkadang menjadi terbatas jika tidak dikelola dengan baik.
Pada dasarnya suplai energi semua bangsa dibumi tidak pernah terbatas, terlebih sebagai negara yang berada di jalur khatulistiwa yang kaya dengan sinar matahari. Namun yang menyebabkannya menjadi terbatas hanyalah pada tata kelola energi yang keliru dalam suplai, penyimpanan, penggunaan, dan pengayaan kembali. Kita semua tahu dan percaya tentang hukum termodinamika bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, namun energi hanya dapat berubah bentuknya.
Mengambil analogi tumbuhan dalam tata kelola energi kita sebagai sebuah negara, tentu sangat relevan. Tumbuhan telah membuktikan diri menjadi pengelola terbaik sistem energi dengan mengedepankan prinsip efisiensi , efektifitas dan keberlanjutan. Selayaknya seperti itulah Negara dalam mengelola energi, prinsip efisiensi dan efektifitas dan keberlanjutan hendaknya dikedepankan melalui penerapan teknologi mutakhir.
Energi menjadi bahasan serius pada penghujung abad XX, dan kepada para peneliti dikejar deadline untuk menemukan solusinya pada awal abad XXI sekarang ini. Betapa tidak, cadangan karbon bumi telah ditambang oleh manusia sejak abad ke 18 dan jumlahnya sekarang sangat mengkhawatirkan. Diperkirakan stok karbon dalam bentuk minyak bumi hanya dapat digunakan untuk beberapa puluh tahun kedepan.
Fosil Tumbuhan purba menjadi tumpuan cadangan energi kita selama ini, sebagai sebuah negara yang berada dibentangan garis khatulistiwa, ironi energi masih membayangi setidaknya untuk 100 tahun ke depan. Padahal kita ketahui bersama, energi matahari yang masuk ke bumi khatulistiwa berdurasi 8 jam sehari, 7 hari dalam satu minggu, 4 minggu dalam satu bulan dan 12 bulan dalam satu tahun. Dapat disimpulkan Indonesia dipanasi oleh matahari sepanjang tahun.
Lantas bagaimana tata kelola energi matahari kita yang berlimpah itu? Selama ini kita hanya menambang cadangan energi yang dihasilkan oleh tumbuhan dalam rentang waktu jutaan tahun tanpa ada keinginan untuk langsung memanennya dari matahari. Energi kita telah salah kelola, Tulisan ini hendak mengangkat sebuah analogi tentang tata kelola energi yang dilakukan dalam tubuh tumbuhan hijau. Bagaimana tumbuhan menghasilkan energi, bagaimana tumbuhan menggunakan energi, bagaimana tumbuhan menyimpan energi, dan bagaimana tumbuhan melepaskan energinya secara perlahan ke lingkungan. Analogi tata kelola energi oleh tumbuhan setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa seperti tumbuhanlah tata kelola energi yang paling efisien dan terbarukan itu seharusnya.
Analogi suplai energi oleh tumbuhan.
Matahari menjadi sumber energi utama yang digunakan oleh tumbuhan dalam mentenagai setiap reaksinya, matahari adalah bahan yang berlimpah dan murah. Semakin digunakan oleh tumbuhan semakin bernilai baik bagi kualitas lingkungan.
Reaksi pengubahan energi oleh tumbuhan terjadi didalam sel daun hijau. Didalam sel daun terdapat kloroplas, didalam kloroplas terdapat tilakoid. Didalam tilakoid mengandung pigmen klorofil yang dapat menangkap energi matahari dalam bentuk gelombang pendek berenergi tinggi. Semakin pendek gelombang yang diserap maka semakin besar energi yang ditangkap. Anehnya energi yang ditangkap dalam bentuk gelombang ini digunakan untuk fotolisis H2O menjadi 4H + 2O beserta 4 e sebagai elektron untuk mensuplai energi pada reaksi kimia lebih lanjut. Reaksi kimia lebih lanjut yang dimaksud adalah pembentukan ATP yang berenergi besar. Disatu sisi jika reaksi sebelumnya disebut sebagai Fotosistem II maka reaksi yang bersamaan terjadi adalah Fotosistem I. dalam Fotosistem I energi matahari yang digunakan berenergi lebih rendah karena mendapatkan bantuan 2e dari Fotosistem II. Fotosistem I menghasilkan NADPH yang berenergi tinggi. Kedua hasil Fotosistem I dan II (Reaksi terang) dalam bentuk ATP dan NADPH digunakan dalam siklus calvin (reaksi gelap). Hubungan antara reaksi terang dan reaksi gelap adalah pada saling suplai energi dan bahan, Reaksi terang mensuplai energi dalam bentuk ATP dan NADPH sedangkan reaksi gelap mensuplai bahan penyimpan energi dalam bentuk ADP dan NADP.
Namun jangan dulu mengernyitkan kening usai membaca proses fotosintesis diatas, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa fotosintesis adalah proses yang detail dan rigid. Proses yang rigid diatas menunjukkan betapa ketelitian dalam mekanisme pengubahan energi awal sangat dikedepankan oleh tumbuhan, semua komponen yang terlibat dalam pengubahan energi saling kait mengait dan bahu membahu memenuhi masing-masing kebutuhan proses reaksi selanjutnya dan bahan untuk reaksi sebelumnya. Seandainya tata kelola energi kita ditanah air dilakukan dengan rigid sebagaimana tumbuhan telah melakukannya maka efisiensi akan tercapai berlipat-lipat kali lebih banyak.
Proses pengubahan energi matahari terjadi pada level seluler dalam tubuh tumbuhan. Ini menjadi analogi bagi negara bahwa untuk mencapai efisiensi terbaik dalam konversi energi sebaiknya dilakukan pada level terkecil sebuah negara. Level terkecil yang dimaksud adalah rumah tangga. Untuk level rumah tangga mengapa lebih efisien, berikut ini penulis memiliki pengalaman yang menarik.
Pernah satu waktu penulis bermukim pada sebuah desa transmigrasi yang mendapatkan bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas lampu 30 watt setiap rumahnya, tepatnya Di Desa Aik Kangkung Kecamatan Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat. setiap malam warga dapat menikmati kehebatan karya james watt tersebut dengan meriahnya. Anak-anak sekolahan dapat belajar dimalam hari, suasana santren (membaca alquran) semakin nyaring terasa, kegiatan ibu-ibu yang tertunda pada siang hari dapat dilanjutkan pada malam hari. Selama dua tahun penulis menyaksikan program itu berjalan sebelum akhirnya penulis meninggalkan desa tersebut untuk bertugas ditempat lain, penulis merasakan betapa besar manfaat pembangkit listrik tenaga surya yang dipasang pada setiap rumah. Jika terjadi kerusakan pada peralatannya, warga secara swadaya membeli bagian yang rusak agar lampu tetap menyala. Efisien karena energi yang digunakan gratis dari sang surya, dan untuk pemeliharaannya, Pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya lagi karena diswadaya oleh rumah tangga pemiliknya. Inilah yang penulis ungkapkan tentang panen energi tingkat seluler diatas. Tingkat rumah tangga.
Analogi Penyimpanan energi oleh tumbuhan.
Energi tentu tidak hanya sampai batas dikonsumsi lalu habis tanpa menyisihkannya untuk cadangan. Tumbuhan telah melakukannya dengan baik. Bentuk pencadangan yang dilakukan oleh tanaman berupa hasil asimilat karbohidrat, protein dan lemak. Semua energi cadangan selalu berfungsi ganda selain sebagai energi cadangan, fungsi-fungsi pertahanan diri, pertumbuhan, dan perkembangan menjadi hal yang mengagumkan lebih lanjut. Pencadangan dalam bentuk kimia organik ini sangat aman bagi lingkungan dan dapat terurai kembali dialam menjadi sediakala. Bahkan hasil lapukan bahan organik sisa bahan kering tanaman jauh lebih baik terhadap ekosistem dibandingkan mineral murni yang ada di dalam tanah. Humus organik mampu memperbaiki lengas tanah, mengurangi laju evaporasi, dan mensuplai bahan untuk tumbuhan penerusnya, mikroba, dan sebangsa jamur lainnya.
Negara dalam blueprint tata kelola energinya harus memiliki cadangan energi dalam bentuk siap pakai, mudah penggunaannya, ramah lingkungan, dan menunjang kehidupan seluruh sistem kehidupan. Penulis memimpikan baterai listrik yang digunakan untuk menyimpan energi hasil simpanan masyarakat diperjual belikan dipasaran. Keluarga yang berkelebihan energi dapat menjual energinya dalam baterai isi ulang. Sama halnya dengan biogas yang dihasilkan oleh rumah-rumah biogas yang dikemas dalam tabung gas kecil seperti tabung gas berwarna kuning itu.
Analogi penggunaan energi oleh tumbuhan.
Sambil mengkonversi, sambil memakai, sambil menyimpan. Semboyan yang tepat memaknai rantai tata kelola energi pada tumbuhan. Betapa tidak, semua proses dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan sepanjang suplai dari lingkungan eksternal tersedia. Tumbuhan mengkonversi energi kemudian energi yang didapatkannya digunakan untuk mengkonversi menjadi energi bentuk lain, begitu seterusnya hingga secara perlahan tumpukan cadangan telah didapatkan dalam bentuk berat basah dan berat kering tumbuhan. Energi cadangan hanya dapat dipakai jika kondisi yang sangat ekstrim terjadi dimana tumbuhan sudah tidak mendapatkan lagi bahan yang cukup untuk pemakaian dan penyimpanan energi.
Tata kelola energi seharusnya seperti itu, pada tingkat rumah tangga senantiasa dapat memenuhi kebutuhan sendiri melalui konversi yang dilakukannya. Energi yang paling mudah dikonversi skala rumah tangga yaitu matahari melalui penggunaan solar panel. Namun dapat juga dikembangkan dalam skala yang lebih besar jika sumberdaya energi potensial air tersedia yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro, ataupun dapat dikembangkan suatu alat yang mampu mengkonversi energi gerak roda kendaraan menjadi energi listrik siap pakai yang disimpan didalam sistem baterai. Selama ini ketika masyarakat mengisi bahan bakar kendaraan, energi yang terpakai tidak terkonversi menjadi energi kembali yang dapat digunakan, tetapi semua energi kendaraan baik dalam bentuk gerak, bunyi, panas, terbuang keatmosfer sebagai buangan (entalphi). Jelas ini adalah pemborosan.
Analogi Pembebasan energi oleh tumbuhan.
Pengubahan energi tersimpan menjadi energi terpakai ibaratnya pembebasan energi dari bentuk tersimpannya. Energi yang tersimpan dalam tumbuhan baik itu berupa karbohidrat, lemak, dan protein dapat dipecah kembali menjadi molekul sederhana untuk dimanfaatkan energinya. Ini terjadi pada kondisi tertentu dimana tumbuhan memerlukan energi lebih dalam fase pertumbuhannya, pembebasan ini juga terjadi jika tumbuhan mengalami cekaman lingkungan yang menghambat suplai salah satu bahan dalam fotosintesis. Biasanya suplai yang terhambat adalah air karena hujan tidak turun dalam batas waktu yang lebih lama.
Begitu pula dengan negara, dalam kondisi tertentu cadangan energi yang tersimpan dapat dipakai dari penyimpanannya karena konversi terganggu ataupun karena negara sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang drastis. Bahkan kondisi yang lebih parah seperti ancaman dari negara lain dapat menjadi alasan penggunaan energi cadangan tersebut.
Analogi pengayaan kembali oleh tumbuhan.
Tumbuhan yang telah mengalami masa penuaan (senessence) bukannya tidak berpartisipasi lagi dalam mengkonversi energi. Tanaman yang menggugurkan daunnya sebenarnya telah merubah semua energi yang ada dalam daun untuk disalurkan pada bagian lain dari tumbuhan itu agar tetap bertahan. Ketika pengguguran terjadi daun yang tersisa berat keringnya akan melepaskan energinya kepada lingkungan setelah diurai oleh mikroba dalam tanah yang dinamakan proses dekomposisi.
Limbah tidak dihasilkan dalam segala proses fotosintesis terkecuali Air melalui transpirasi, CO2 dalam Respirasi dan O2 dalam Fotosintesis. Namun itupun dipakai kembali sebagai hal yang siklik dalam reaksi antara lingkungan eksternal dan tubuh internal tumbuhan itu sendiri.
Negara seharusnya melakukan pengayaan energi hingga nilai entalphinya sudah tidak dapat lagi diambil. Bersamaan dengan itu limbah yang dihasilkan ditekan seminimal mungkin sesuai dengan perkembangan teknologi pengayaan yang berkembang paling mutakhir.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengkonversi energi pada semua level, baik itu level rumah tangga, level komunitas, level kabupaten, level propinsi bahkan level negara. Kreatifitas pemanenan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan akan lebih efisien jika dilakukan pada tingkat rumah tangga dan disimpan berdasarkan regulasi negara. Diperjual belikan sebagai penghargaan kepada pemanen dapat menjadi penghasilan tambahan bagi rumah tangga.
Akhir kata muncul sebuah pertanyaan sekaligus jawaban dalam benak penulis: “ apa yang akan diwariskan untuk anak cucu kelak?”. Jawabnya tentulah lingkungan yang berkualitas.

No comments:

Post a Comment