Negara dan energi adalah dua entitas yang tidak dapat dipisahkan. Negara sebagai tata organisasi terbesar sebuah bangsa sangat memerlukan energi dalam melangsungkan kehidupan masyarakatnya. Namun
energi disatu sisi menjadi sangat vital pemenuhan ketersediaannya,
walaupun berlimpah terkadang menjadi terbatas jika tidak dikelola dengan
baik.
Pada dasarnya suplai
energi semua bangsa dibumi tidak pernah terbatas, terlebih sebagai
negara yang berada di jalur khatulistiwa yang kaya dengan sinar
matahari. Namun yang
menyebabkannya menjadi terbatas hanyalah pada tata kelola energi yang
keliru dalam suplai, penyimpanan, penggunaan, dan pengayaan kembali. Kita
semua tahu dan percaya tentang hukum termodinamika bahwa energi tidak
dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, namun energi hanya dapat
berubah bentuknya.
Mengambil analogi tumbuhan dalam tata kelola energi kita sebagai sebuah negara, tentu sangat relevan. Tumbuhan
telah membuktikan diri menjadi pengelola terbaik sistem energi dengan
mengedepankan prinsip efisiensi , efektifitas dan keberlanjutan. Selayaknya
seperti itulah Negara dalam mengelola energi, prinsip efisiensi dan
efektifitas dan keberlanjutan hendaknya dikedepankan melalui penerapan
teknologi mutakhir.
Energi menjadi bahasan
serius pada penghujung abad XX, dan kepada para peneliti dikejar
deadline untuk menemukan solusinya pada awal abad XXI sekarang ini. Betapa tidak, cadangan karbon bumi telah ditambang oleh manusia sejak abad ke 18 dan jumlahnya sekarang sangat mengkhawatirkan. Diperkirakan stok karbon dalam bentuk minyak bumi hanya dapat digunakan untuk beberapa puluh tahun kedepan.
Fosil Tumbuhan purba menjadi tumpuan cadangan energi kita selama ini, sebagai
sebuah negara yang berada dibentangan garis khatulistiwa, ironi energi
masih membayangi setidaknya untuk 100 tahun ke depan. Padahal kita
ketahui bersama, energi matahari yang masuk ke bumi khatulistiwa
berdurasi 8 jam sehari, 7 hari dalam satu minggu, 4 minggu dalam satu
bulan dan 12 bulan dalam satu tahun. Dapat disimpulkan Indonesia dipanasi oleh matahari sepanjang tahun.
Lantas bagaimana tata kelola energi matahari kita yang berlimpah itu? Selama
ini kita hanya menambang cadangan energi yang dihasilkan oleh tumbuhan
dalam rentang waktu jutaan tahun tanpa ada keinginan untuk langsung
memanennya dari matahari. Energi kita telah salah kelola, Tulisan ini hendak mengangkat sebuah analogi tentang tata kelola energi yang dilakukan dalam tubuh tumbuhan hijau. Bagaimana
tumbuhan menghasilkan energi, bagaimana tumbuhan menggunakan energi,
bagaimana tumbuhan menyimpan energi, dan bagaimana tumbuhan melepaskan
energinya secara perlahan ke lingkungan. Analogi
tata kelola energi oleh tumbuhan setidaknya dapat memberikan gambaran
bahwa seperti tumbuhanlah tata kelola energi yang paling efisien dan
terbarukan itu seharusnya.
Analogi suplai energi oleh tumbuhan.
Matahari menjadi
sumber energi utama yang digunakan oleh tumbuhan dalam mentenagai setiap
reaksinya, matahari adalah bahan yang berlimpah dan murah. Semakin digunakan oleh tumbuhan semakin bernilai baik bagi kualitas lingkungan.
Reaksi pengubahan energi oleh tumbuhan terjadi didalam sel daun hijau. Didalam sel daun terdapat kloroplas, didalam kloroplas terdapat tilakoid. Didalam tilakoid mengandung pigmen klorofil yang dapat menangkap energi matahari dalam bentuk gelombang pendek berenergi tinggi. Semakin pendek gelombang yang diserap maka semakin besar energi yang ditangkap. Anehnya
energi yang ditangkap dalam bentuk gelombang ini digunakan untuk
fotolisis H2O menjadi 4H + 2O beserta 4 e sebagai elektron untuk
mensuplai energi pada reaksi kimia lebih lanjut. Reaksi kimia lebih lanjut yang dimaksud adalah pembentukan ATP yang berenergi besar. Disatu sisi jika reaksi sebelumnya disebut sebagai Fotosistem II maka reaksi yang bersamaan terjadi adalah Fotosistem I. dalam Fotosistem I energi matahari yang digunakan berenergi lebih rendah karena mendapatkan bantuan 2e dari Fotosistem II. Fotosistem I menghasilkan NADPH yang berenergi tinggi. Kedua hasil Fotosistem I dan II (Reaksi terang) dalam bentuk ATP dan NADPH digunakan dalam siklus calvin (reaksi gelap). Hubungan
antara reaksi terang dan reaksi gelap adalah pada saling suplai energi
dan bahan, Reaksi terang mensuplai energi dalam bentuk ATP dan NADPH
sedangkan reaksi gelap mensuplai bahan penyimpan energi dalam bentuk ADP
dan NADP.
Namun jangan dulu
mengernyitkan kening usai membaca proses fotosintesis diatas, secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa fotosintesis adalah proses yang detail
dan rigid. Proses yang rigid diatas menunjukkan betapa ketelitian dalam mekanisme pengubahan energi awal sangat dikedepankan oleh tumbuhan, semua komponen yang terlibat dalam pengubahan energi saling kait mengait dan bahu membahu memenuhi masing-masing kebutuhan proses reaksi selanjutnya dan bahan untuk reaksi sebelumnya. Seandainya
tata kelola energi kita ditanah air dilakukan dengan rigid sebagaimana
tumbuhan telah melakukannya maka efisiensi akan tercapai berlipat-lipat
kali lebih banyak.
Proses pengubahan energi matahari terjadi pada level seluler dalam tubuh tumbuhan. Ini
menjadi analogi bagi negara bahwa untuk mencapai efisiensi terbaik
dalam konversi energi sebaiknya dilakukan pada level terkecil sebuah
negara. Level terkecil yang dimaksud adalah rumah tangga. Untuk level rumah tangga mengapa lebih efisien, berikut ini penulis memiliki pengalaman yang menarik.
Pernah satu waktu penulis bermukim pada sebuah desa transmigrasi yang mendapatkan bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan
kapasitas lampu 30 watt setiap rumahnya, tepatnya Di Desa Aik Kangkung
Kecamatan Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat Propinsi Nusa Tenggara
Barat. setiap malam warga dapat menikmati kehebatan karya james watt tersebut dengan meriahnya. Anak-anak sekolahan dapat belajar dimalam hari, suasana santren (membaca alquran) semakin nyaring terasa, kegiatan ibu-ibu yang tertunda pada siang hari dapat dilanjutkan pada malam hari. Selama
dua tahun penulis menyaksikan program itu berjalan sebelum akhirnya
penulis meninggalkan desa tersebut untuk bertugas ditempat lain, penulis
merasakan betapa besar manfaat pembangkit listrik tenaga surya yang
dipasang pada setiap rumah. Jika terjadi kerusakan pada peralatannya, warga secara swadaya membeli bagian yang rusak agar lampu tetap menyala. Efisien
karena energi yang digunakan gratis dari sang surya, dan untuk
pemeliharaannya, Pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya lagi karena
diswadaya oleh rumah tangga pemiliknya. Inilah yang penulis ungkapkan
tentang panen energi tingkat seluler diatas. Tingkat rumah tangga.
Analogi Penyimpanan energi oleh tumbuhan.
Energi tentu tidak hanya sampai batas dikonsumsi lalu habis tanpa menyisihkannya untuk cadangan. Tumbuhan telah melakukannya dengan baik. Bentuk pencadangan yang dilakukan oleh tanaman berupa hasil asimilat karbohidrat, protein dan lemak. Semua
energi cadangan selalu berfungsi ganda selain sebagai energi cadangan,
fungsi-fungsi pertahanan diri, pertumbuhan, dan perkembangan menjadi hal
yang mengagumkan lebih lanjut. Pencadangan dalam bentuk kimia organik ini sangat aman bagi lingkungan dan dapat terurai kembali dialam menjadi sediakala. Bahkan
hasil lapukan bahan organik sisa bahan kering tanaman jauh lebih baik
terhadap ekosistem dibandingkan mineral murni yang ada di dalam tanah. Humus
organik mampu memperbaiki lengas tanah, mengurangi laju evaporasi, dan
mensuplai bahan untuk tumbuhan penerusnya, mikroba, dan sebangsa jamur
lainnya.
Negara dalam blueprint
tata kelola energinya harus memiliki cadangan energi dalam bentuk siap
pakai, mudah penggunaannya, ramah lingkungan, dan menunjang kehidupan
seluruh sistem kehidupan. Penulis memimpikan baterai listrik yang digunakan untuk menyimpan energi hasil simpanan masyarakat diperjual belikan dipasaran. Keluarga yang berkelebihan energi dapat menjual energinya dalam baterai isi ulang. Sama
halnya dengan biogas yang dihasilkan oleh rumah-rumah biogas yang
dikemas dalam tabung gas kecil seperti tabung gas berwarna kuning itu.
Analogi penggunaan energi oleh tumbuhan.
Sambil mengkonversi, sambil memakai, sambil menyimpan. Semboyan yang tepat memaknai rantai tata kelola energi pada tumbuhan. Betapa tidak, semua proses dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan sepanjang suplai dari lingkungan eksternal tersedia. Tumbuhan
mengkonversi energi kemudian energi yang didapatkannya digunakan untuk
mengkonversi menjadi energi bentuk lain, begitu seterusnya hingga secara
perlahan tumpukan cadangan telah didapatkan dalam bentuk berat basah
dan berat kering tumbuhan. Energi
cadangan hanya dapat dipakai jika kondisi yang sangat ekstrim terjadi
dimana tumbuhan sudah tidak mendapatkan lagi bahan yang cukup untuk
pemakaian dan penyimpanan energi.
Tata kelola energi
seharusnya seperti itu, pada tingkat rumah tangga senantiasa dapat
memenuhi kebutuhan sendiri melalui konversi yang dilakukannya. Energi yang paling mudah dikonversi skala rumah tangga yaitu matahari melalui penggunaan solar panel. Namun
dapat juga dikembangkan dalam skala yang lebih besar jika sumberdaya
energi potensial air tersedia yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro, ataupun dapat dikembangkan suatu alat yang mampu mengkonversi
energi gerak roda kendaraan menjadi energi listrik siap pakai yang
disimpan didalam sistem baterai. Selama
ini ketika masyarakat mengisi bahan bakar kendaraan, energi yang
terpakai tidak terkonversi menjadi energi kembali yang dapat digunakan,
tetapi semua energi kendaraan baik dalam bentuk gerak, bunyi, panas,
terbuang keatmosfer sebagai buangan (entalphi). Jelas ini adalah pemborosan.
Analogi Pembebasan energi oleh tumbuhan.
Pengubahan energi tersimpan menjadi energi terpakai ibaratnya pembebasan energi dari bentuk tersimpannya. Energi
yang tersimpan dalam tumbuhan baik itu berupa karbohidrat, lemak, dan
protein dapat dipecah kembali menjadi molekul sederhana untuk
dimanfaatkan energinya. Ini
terjadi pada kondisi tertentu dimana tumbuhan memerlukan energi lebih
dalam fase pertumbuhannya, pembebasan ini juga terjadi jika tumbuhan
mengalami cekaman lingkungan yang menghambat suplai salah satu bahan
dalam fotosintesis. Biasanya suplai yang terhambat adalah air karena hujan tidak turun dalam batas waktu yang lebih lama.
Begitu pula dengan
negara, dalam kondisi tertentu cadangan energi yang tersimpan dapat
dipakai dari penyimpanannya karena konversi terganggu ataupun karena
negara sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang drastis. Bahkan kondisi
yang lebih parah seperti ancaman dari negara lain dapat menjadi alasan
penggunaan energi cadangan tersebut.
Analogi pengayaan kembali oleh tumbuhan.
Tumbuhan yang telah mengalami masa penuaan (senessence) bukannya tidak berpartisipasi lagi dalam mengkonversi energi. Tanaman
yang menggugurkan daunnya sebenarnya telah merubah semua energi yang
ada dalam daun untuk disalurkan pada bagian lain dari tumbuhan itu agar
tetap bertahan. Ketika
pengguguran terjadi daun yang tersisa berat keringnya akan melepaskan
energinya kepada lingkungan setelah diurai oleh mikroba dalam tanah yang
dinamakan proses dekomposisi.
Limbah tidak
dihasilkan dalam segala proses fotosintesis terkecuali Air melalui
transpirasi, CO2 dalam Respirasi dan O2 dalam Fotosintesis. Namun
itupun dipakai kembali sebagai hal yang siklik dalam reaksi antara
lingkungan eksternal dan tubuh internal tumbuhan itu sendiri.
Negara seharusnya melakukan pengayaan energi hingga nilai entalphinya sudah tidak dapat lagi diambil. Bersamaan
dengan itu limbah yang dihasilkan ditekan seminimal mungkin sesuai
dengan perkembangan teknologi pengayaan yang berkembang paling mutakhir.
Banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mengkonversi energi pada semua level, baik itu level
rumah tangga, level komunitas, level kabupaten, level propinsi bahkan
level negara. Kreatifitas
pemanenan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan akan lebih efisien
jika dilakukan pada tingkat rumah tangga dan disimpan berdasarkan
regulasi negara. Diperjual belikan sebagai penghargaan kepada pemanen
dapat menjadi penghasilan tambahan bagi rumah tangga.
Akhir kata muncul
sebuah pertanyaan sekaligus jawaban dalam benak penulis: “ apa yang akan
diwariskan untuk anak cucu kelak?”. Jawabnya tentulah lingkungan yang berkualitas.
No comments:
Post a Comment