Ucapan kepsek tersebut tentu saja menjadi tanda tanya bagi saya: apa benar saya
ga bisa ngajar? Padahal selama kuliah saya sering naik turun mimbar dan forum.
Tentu saja bukan sebagai seksi perlengkapan kepanitiaan, tetapi sebagai orang
yang ngomong di depan forum. Apakah kapasitas saya sebagai moderator,
instruktur atau pun nara sumber.
Namun setelah saya jalani menjadi guru swasta ternyata ada benarnya omongan
kepsek tersebut: nilai IPK besar tidak menjamin bisa mengajar. Disinilah saya
menyadari, menjadi guru lebih sulit daripada menjadi profesi lain. Karena obyek
guru adalah siswa didik, manusia yang memiliki akal budi. Kerja guru, sama
beratnya seperti menjadi orangtua di rumah. Guru itu digugu dan ditiru. Kata
kuncinya: keteladanan. Banyak guru yang pinter, namun tidak bisa menjadi
teladan, ia dianggap gagal membentuk siswa yang cerdas bermoral dan
berkarakter.
Seorang mantan guru teladan nasional pertama Bapak Karnadi S.Pd M.Hum pernah
mengatakan, banyak guru hanya mengajarkan materi mata pelajaran, tetapi sedikit
sekali guru yang mengajarkan nilai-nilai mata pelajaran. Dua hal itu tentu saja
sangat berbeda substansinya. Guru mengajarkan materi berarti dia hanya
menstansfer ilmu kepada siswa (transfer of knowladge). Ukuran keberhasilan guru
model ini adalah jika siswa mampu mengerjakan soal-soal ulangan, maka guru ini
dianggap berhasil.
Guru kedua yang mengajarkan nilai-nilai mata pelajaran. Ukuran keberhasilan
guru jenis ini ketika siswa memiliki sikap, sifat yang baik, bermoral, memiliki
motivasi, inovatif, kreatif dll. Sisi kecerdasan emosional dan spiritual yang
dikembangkan oleh guru seperti ini.
Mana yang penting? Dua-duanya saya kira sama pentingnya. Jika kita hanya
mengajarkan materi tanpa nilai, maka siswa akan menjadi seperti robot, yang
hanya bekerja berdasarkan perintah. Pada sisi negatifnya, banyak orang pinter
(otak) tetapi tetap “jahat” . Tetapi jika guru hanya mengajarkan nilai kebaikan
saat mengajar, bisa jadi anak didiknya tidak bisa menerapkan ilmunya dengan
baik untuk kemaslahatan masyarakat.
Disinilah pentingnya aspek kepribadian bagi seorang guru. Sebuah aspek penting
yang masih diabaikan oleh Pemerintah dalam program sertifikasi guru. Guru
profesional baru dinilai sebatas administratif; dilihat tebalnya portofolio,
banyaknya sertifikat, hasil PTK dan lainnya. Maka wajar, banyak guru yang sudah
meraih gelar sertifikasi guru profesional, tetap saja kualitas mengajarnya
kurang menggembirakan. (*)
No comments:
Post a Comment